Cermin Tak Pernah Berdusta
Album :
Munsyid : Haris Syafik (Star Five)
http://liriknasyid.com
cermin yang biasa kupandangi di setiap hari
sekali lagi membiaskan bayangan diri
wajah ini hati ini tempat sgala rasa bermula
kan indahkah akhir sgala kita
reff :
apakah diriku ini kan bercahaya bersinar di syurgaMu menatap penuh rindu
ataukah diriku ini kan hangus legam terbakar dalam nyala di neraka membara
sungguh berbeda yang nampak dan yang tersembunyi hanya kepalsuan menipu topeng belaka
jiwa ini tubuh ini hati yang merajai diri tlah bersalah hambaMu melangkah
kemanakah diriku ini berakhir di surga atau di nerakaMu
aku takkan mampu ampuni hamba sebelum akhir waktu
______________________________________
CERMIN DIRI
Melepas Belenggu Kekikiran
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
Dalam keseharian kehidupan kita, begitu sangat sering dan nikmatnya ketika
kita bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita
tatap itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang
memungkinkan kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa
demikian? Sebabnya kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik,
bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi
kusut dan acak-acakan tak karuan.
Sebabnya penampilan kita adalah juga cermin pribadi kita. Orang yang necis, rapih, dan bersih maka pribadinya lebih memungkinkan untuk bersih dan rapih
pula. Sebaliknya orang yang penampilannya kucel, kumal, dan acak-acakan maka kurang lebih seperti itulah pribadinya.
Tentu saja penampilan yang necis dan rapih itu menjadi kebaikan
sepanjang niat dan caranya benar. Niat agar orang lain tidak terganggu dan
terkecewakan, niat agar orang lain tidak berprasangka buruk, atau juga niat
agar orang lain senang dan nyaman dengan penampilan kita.
Dan ALLOH suka dengan penampilan yang indah dan rapih sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW, "Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal", "Sesungguhnya ALLOH itu
indah dan menyukai keindahan". Yang harus dihindari adalah niat agar orang
lain terpesona, tergiur, yang berujung orang lain menjadi terkecoh, bahkan
kemudian menjadi tergelincir baik hati atau napsunya, naudzhubillah.
Tapi harap diketahui, bahwa selama ini kita baru sibuk bercermin 'topeng'
belaka. Topeng 'make up', seragam, jas, dasi, sorban, atau 'asesoris'
lainnya,. Sungguh, kita baru sibuk dengan topeng, namun tanpa disadari kita
sudah ditipu dan diperbudak oleh topeng buatan sendiri. Kita sangat ingin
orang lain menganggap diri ini lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Ingin
tampak lebih pandai, lebih gagah, lebih cantik, lebih
kaya, lebih sholeh, lebih suci dan aneka kelebihan lainnya. Yang pada
akhirnya selain harus bersusah payah agar 'topeng' ini tetap melekat, kita
pun akan dilanda tegang dan was-was takut 'topeng' kita terbuka, yang
berakibat orang tahu siapa kita yang 'aslinya'.
Tentu saja tindakan tersebut, tidak sepenuhnya salah. Karena membeberkan aib
diri yang telah ditutupi ALLOH selama ini, adalah perbuatan salah. Yang
terpenting adalah diri kita jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng
sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh
penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak
hanya 'topeng' yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana
isinya, yaitu diri kita sendiri.
Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan
bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus
legam terbakar dalam bara jahannam?" Lalu tatap mata kita, seraya bertanya,
"Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan,
menatap ALLOH Yang Mahaagung, menatap keindahan surga, menatap
Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih ALLOH kelak?
Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh
ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan menyelamatkan?
Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"
Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat
menyebut kalimat thoyibah, 'laillahailallah', ataukah akan menjadi mulut
berbusa yang akan menjulur dan di akherat akan memakan buah zakun yang getir
menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan
nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang
terluka dengan mulut kita ini!"
"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Wahai mulut yang malang betapa
banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan
pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak kata-kata manis semanis
madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya
engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama ALLOH dengan tulus?
Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar ALLOH mengampuni?"
Lalu tataplah diri kita tanyalah, "Hai kamu ini anak sholeh atau anak
durjana, apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini dan apa
yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya.
Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu
balas budi!
"Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar,
bersukacita, bercengkrama di surga atau tubuh yang akan tercabik-cabik
hancur mendidih di dalam lahar membara jahannam terasang tanpa ampun derita
tiada akhir"
"Wahai tubuh, berapa banyak masiat yang engkau lakukan? Berapa banyak
orang-orang yang engkau dzhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba
ALLOH yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu
pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa
pula hak-hak yang engkau napas?"
"Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu?Apakah tubuhmu sebagus
kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah
hatimu segagah ototmu atau selemah atau selemah daun-daun yang mudah rontok?
Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?"
Lalu ingatlah amal-amal kita, "Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau
menjijikan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik
penampilanmu ini?" "Apakah engkau ini dermawan atau sipelit yang
menyebalkan?" Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan
yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu".
"Apakah engkau ini sholeh atau sholehah seperti yang engkau tampakkan?
Khusukkah shalatmu, dzikirmu, doamu, .ikhlaskah engkau lakukan semua itu?
Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!"
Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang
tersembunyi, betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat
selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus
topeng-topeng duniawi"
Wahai sahabat-sahabat sekalian, sesungguhnya saat bercermin adalah saat yang
tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini. ***
Demikian tausyiah Aa kali ini, semoga menggugah kesadaran kita akan
keberadaan diri kita di dunia ini.
------------------------------------------------------------------------
KH. Abdullah Gymnastiar, Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
Sumber: Priyo Sasongko
http://www.facebook.com/photo.php?pid=467609&id=1821230414
No comments:
Post a Comment