Hai Bani Israil! Ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.” (QS Al Baqarah (2): 47).
Allah Subhana Wa Ta’ala menyeru bangsa Israil, dan mengabarkan kepada mereka dan kepada manusia yang lain, bahwa Bani Israil adalah ummat pilihan. Umat yang dilebihkan, selalu diturunkan kitab dan diutus para Nabi tanpa putus silih berganti.
Tapi itu dulu. Disebabkan kedurhakaan dan kekafiran Bani Israil, karena tidak mensyukuri ni’mat-ni’mat yang begitu terang, maka Allah Subhana Wa Ta’ala mengganti mereka dengan menjadikan bangsa yang lain sebagai ummat terbaik yang pernah ada di dunia ini, yaitu umat yang dipimpin oleh Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan Allah mengkhabarkan kepada orang-orang terkemudian, bahwa pernah ada satu umat terbaik di dunia ini dengan firman-Nya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran (3): 110).
Karena itu, untuk menjadi seperti umat terbaik ini, atau setidaknya mendekati sifat-sifatnya, maka contohlah apa-apa yang mereka lakukan. Terutama mencontoh pemimpin agungnya, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai sumber suri teladan yang terbaik.
Dan telah berlalu dua umat terbaik, terbaik pada masanya (Bani Israil) dan terbaik sepanjang masa (Rasulullah dan para sahabat). Lalu bagaimana dengan kita selaku umat yang terkemudian?
Sesungguhnya Allah Subhana Wa Ta’ala Maha Adil, ia tetap memberi kesempatan tiap hamba-Nya untuk menjadi umat yang terbaik dengan keistimewaan dan kedudukannya.
Dan inilah basyiiran, kabar gembira itu:
Ibnu Muhairiz berkata kepada Abu Jum’ah radhiyallahu ‘anhu: “Ceritakanlah kepada kami apa yang telah kamu dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam!” Jawab Abu Jum’ah radhiyallahu ‘anhu: “Baiklah akan aku ceritakan kepadamu hadits yang baik, yaitu: Kami makan siang bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan bersama kami juga Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Lalu dia bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ada orang yang lebih baik dari pada kami, padahal kami telah Islam dan berjuang bersamamu?” Jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya, yaitu kaum (orang-orang) yang akan datang sesudahmu, mereka percaya kepadaku padahal mereka tidak melihat (bertemu) denganku.” (HR Ahmad).
Salih bin Jubair berkata, Abu Jum’ah al-Anshari radhiyallahu ‘anhu sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam datang untuk shalat di Baitil Maqdis, sedang bersama kami Rajaa’ bin Hayaat radhiyallahu ‘anhu. Kemudian ia akan kembali, kami mengantarkannya. Lalu ia berkata: “Kalian berhak menerima jaizah (hadiah). Aku akan menceritakan kepadamu hadits yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” Kami berkata: “Silahkan, semoga Allah memberi rahmat kepada mu.” Kemudian ia berkata: “Ketika kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Mu’adz bin Jabal orang yang kesepuluh di antara kami, kami bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ada kaum yang lebih besar pahalanya dari kami, kami telah percaya kepada Allah dan ta’at kepadamu?” Jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Apakah yang menghalangi kamu untuk beriman sedang Rasulullah di sisimu dan wahyu masih turun dari langit di tengah-tengah kamu, tetapi ada kaum yang akan datang sesudahmu, mereka hanya percaya pada kitab (buku yang dibendel) lalu percaya dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya, mereka lebih afdhal (utama) dari kalian, mereka lebih afdhal dari pada kamu, mereka lebih besar pahalanya dari pada kamu.” (HR Abu Bakar bin Mardawaih).
(abudzakira: “nasehati aku”)
No comments:
Post a Comment