Assalamu'alaikum.

Assalamu'alaikum
Selamat datang di blog ini. Terimaksih atas kunjungannya sahabat

Semoga dapat bermanfaat untuk membuat kita lebih baik lagi, amin....
(bagi yang ingin copy and share artikel yang ada dblog ini, silahkan saja, asal cantumkan sumbernya... :)

Wednesday, 15 September 2010

Mudik Oh Mudik…

dakwatuna.com – Jelang lebaran atau pasca lebaran, kita menyaksikan adanya kebiasaan dari masyarakat kita untuk mudik, alias pulang kampung. Ada yang naik mobil pribadi, angkutan bis, kapal laut, pesawat dan ada juga yang pake sepeda motor. Hiruk pikuk mudik itu sangat terasa, bahkan di media massa elektronik sering menjadi sebuah acara trend dengan tajuk “mudik lebaran”. Sehingga kesannya adalah lebaran ya pulang kampung.

Adakah yang perlu dipertanyakan dari kebiasaan mudik? Jawabannya bisa beragam, bisa bermakna ibadah dan kewajiban, namun bisa juga bermakna maksiat dan larangan, lho?

Bermakna ibadah jika niatnya untuk silaturahim dan dilaksanakan dengan cara yang baik serta tidak melanggar kewajiban. Seperti tetap melaksanakan shalat wajib misalnya. Karena banyak sekali saudara-saudara kita sesama muslim yang ketika mudik, tidak melaksanakan kewajiban shalat, atau paling tidak, tidak kelihatan shalat di saat perjalanaan. ini harus kita akui, wal iyadzubillah. Mudik yang seperti inilah yang bermakna maksiat dan melanggar perintah. Padahal dalam mudik ada dispensasi untuk men-jama’ dan qashar shalat -menggabungkan dua shalat dan mengurangi jumlah rakaat shalat menjadi dua rakaat-, dan tentu tidak boleh meninggalkan kewajiban shalat, apapun kondisinya, bahkan ketika harus shalat dalam kendaraan.

Persiapan pulang kampung, luar biasa rumit. Bagi yang bawa kendaraan sendiri, jauh-jauh hari kendaraan harus diservis dan boleh jadi semua komponennya harus dicek satupersatu, tentu dengan biaya yang tidak sedikit. Bagi yang naik kendaraan umum, ternyata tarif angkutan umum naik jadi-jadian, sangat mahal. Belum lagi untuk kebutuhan makan, minum, hadiah untuk keluarga dan yang lainnya. Membutuhkan banyak biaya. Ini tidak bisa dipungkiri.

Gegap gempita mudik juga bisa kita lihat dari panjangnya para pengguna sepeda motor, yang harus dikawal oleh polisi untuk keamanan dan antisipasi macet. Sirine raider yang mengawal rombongan pengguna motor itu meraung-raung, hampir sepanjang waktu dan perjalanan, karena begitu banyaknya pengguna motor yang mudik. Gegap gempita mudik.

Lalu apa yang perlu kita maknai dari mudik ini? Ya kalau ternyata mudik saja begitu besar persiapnnya dan begitu banyak biaya yang dikorbankan, bagaimana dengan mudik yang sejati, pulang kampung yang hakiki? Ya, pulang kampung akhirat, begitu bahasa Al Qur’an menggunakannya. Kembali kepada Allah swt. pemilik hidup dan mati, penentu ujung kehidupan.

Pulang kampung akhirat mestinya lebih mendapatkan keseriusan dan kesungguhan bagi kita semua yang masih hidup, karena kita semua pasti akan mendapatkan gilirannya: “Kullu nafsi dzziqatul maut, setiap yang bernafas pasti akan merasakan kematian.”

Imam Ali karramallahu wajhah ketika ditanya tentang definisi taqwa -dan taqwa merupakan terminal Ramadhan yang telah kita lewati-, beliau menjawab lima hal, salah satunya adalah: “Isti’dad liyaumir rahil, yaitu mempersiapkan diri untuk perjalanan jauh tanpa ujung”. Negeri akhirat adalah Negeri tanpa berkesudahan, tempat kekal abadi, imma fi na’imil jannnah au fi jahimin naar, menikmati surga atau sengsara di neraka selama-lamanya. Wal iyzdzubillah.

Rasulullah saw. bersabda menggambarkan orang yang mampu menggunakan potensi akalnya dengan sebenarnya dan dialah orang yang sukses:

“Al kayyisu man dana nafsahu wa ‘amila lima ma’dal maut, Orang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dan bekerja atau beramal untuk masa sesudah kematian.”

Orang sukses kalau barometernya dunia sangatlah relatif, tergantung sudut pandang masing-masing. Ada yang bilang orang sukses itu ketika banyak duit, atau ketika sedang berkuasa, atau memiliki jabatan yang tinggi, titel pendidikan yang panjang, banyak pengikut dan seterusnya, tergantung siapa yang menjawabnya. Semua relatif dan sementara. Padahal itu semua akan berakhir bersamaan binasanya usia manusia, atau hancurnya dunia.

Namun sukses yang sebenarnya adalah manakala ia mampu selamat di kampung akhirat, yang abadi.

Sehingga orang yang sukses itu adalah sebagaimana yang diceritakan Allah swt. dalam firman-Nya:

“Barangsiapa yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke surga, sungguh ia orang yang sukses lagi beruntung.”

Apa yang perlu dipersiapkan bagi orang yang pasti menemui ajalnya?

Adalah dengan banyak-bannyak melaksanakan prestasi ibadah, berkorban jiwa dan harta untuk kepentingan agama dan menolong sesama, melaksanakan sebanyak mungkin kebajikan, kebaikan, amal sholeh dan ketaatan. Allah swt. berfirman:

“Barangsiapa yang menghendaki berjumpa dengan Allah, maka hendaknya ia beramal shaleh dan tidak menyekutkan Tuhannya dalam melaksanakan peribadatannya.”

Sudah saatnya umat muslim, memaknai mudik yang sebenarnya, pulang kampung hakiki dengan penuh kesiapan dan kesungguhan. Agar kita bisa mudik tahunan dan itu bermakna ibadah, juga agar kita siap berjumpa dengan Allah swt. di kampung akhirat dengan husnul khatimah. Amin. Allahu ‘alam

Sumber: Dakwatuna.com

No comments:

Post a Comment