Matahari sedang menampakkan sinar keemasan di ufuk kaki langit sebelah barat. Warna itu perlahan-lahan meredup tak bercahaya. Raja siang tenggelam dalam buaian ibu pertiwi. Hari berganti malam. Anjing padang pasir melolong bersahutan bertanda kehidupan malam telah tiba.
Dilereng bukit erlihat rumah bersinar temaran. Bayangan sinar bertabir kelambu membentuk sebuah gambar manusia yang sedang tekun membaca buku dibalai-balai. Angin gurun yang kering menerpa pepohonan. Suara pelepah daun kurma berderit lembut berirama.
Tokoh orientalis itu tampak sedang membaca sebuah hadist, “Jika seekor anjing menjilat perkakas rumah salah seorang diantara kalian, maka cucilah alat itu tujuh kali, satu kali diantara yang tujuh itu dicampur dengan tanah.”
Sejenak ia berdiam menatap tajam hadist tersebut, ia menghayati makna hadist yang menyentuh relung kalbu, menusuk sukma Pikirannya menerawang memahami perintah mencuci tujuh kali. Sebuah renungan yang menggoncang jiwa.
“Perintah mencuci najis yang terkena jilatan anjing memang harus dilakukan dan merupakan kewajiban. Namun mengapa Nabi menyuruh membasuh tempat itu satu kali dengan tanah. Tidakkah memakai air saja sudah cukup?”. Pertanyaan itu makin menggoda, mengusik fikirannya yang pandai.
Ia segera berinisiatif melakukan eksperimen mengambil sebuah perkakas rumah dan membiarkan anjing menjilatinya. Lalu dicucilah dengan air tujuh kali. Wadah itu ditenteng menuju sebuah mikroskop yang terletak diatas meja kayu.
Dibawah bayang -bayang mokroskop terlihat gerakan-gerakan liar yang menjamur pertanda ada kehidupan. Berjuta-juta bakteri melekat di tempat itu.
“Berarti mencuci dengan air tidaklah cukup untuk menghilagkan bakteri jilatan anjing yang melekat ditempat itu.” Kata si orientalis.
Ia mengulangi mencuci wadah itu dengan debu. Setelah diteliti, ternyata bakteri itu hilang seluruhnya. “Aneh! Bakteri-bakteri itu hilang!”.
Sebagai orang yang tidak mudah percaya, dalam benaknya timbul beberapa pertanyaan mendasar yang harus ditemukan jawabannya.
“Siapa yang memberi tahu hal ini kepada Muhammad? Padahal penemuan rahasia bakteri terjadi pada tahun 1822-1895 oleh Luis Pasteur. Bukankah jauh sekali jarak atara Muhammad dan Pasteur?
Berarti penemuan Pasteur hanya mengulang penemuan lama, dimana Muhammad telah mengetahui bahwa bakteri atau kuman itu ada ada anjing, dan dapat dihilangkan hanya dengan mempergunakan debu atau tanah dan dibasuh dengan air enam kali.
Siapa yang memberitahukan hakekat ini pada Nabi Muhammad?” Sejuta pertanyaan menggelayuti dikepalanya gara-gara keilmiahan hadist tersebut. Akhirnya, orientalis itu masuk Islam.
Dikutip dari majalah Nurul Iman (Mesir), oleh Abdul Wadud Syalabi, seorang penulis terkenal Mesir dalam buku “Kaifa Ara Allah?” (Bagaimana Aku Melihat Allah?).
Sumber: Dikutip dari Buku Kisah-Kisah Teladan Buat Anakku, oleh Miftahul Asror, yang diterbitkan oleh Mitra Pustaka.
Dilereng bukit erlihat rumah bersinar temaran. Bayangan sinar bertabir kelambu membentuk sebuah gambar manusia yang sedang tekun membaca buku dibalai-balai. Angin gurun yang kering menerpa pepohonan. Suara pelepah daun kurma berderit lembut berirama.
Tokoh orientalis itu tampak sedang membaca sebuah hadist, “Jika seekor anjing menjilat perkakas rumah salah seorang diantara kalian, maka cucilah alat itu tujuh kali, satu kali diantara yang tujuh itu dicampur dengan tanah.”
Sejenak ia berdiam menatap tajam hadist tersebut, ia menghayati makna hadist yang menyentuh relung kalbu, menusuk sukma Pikirannya menerawang memahami perintah mencuci tujuh kali. Sebuah renungan yang menggoncang jiwa.
“Perintah mencuci najis yang terkena jilatan anjing memang harus dilakukan dan merupakan kewajiban. Namun mengapa Nabi menyuruh membasuh tempat itu satu kali dengan tanah. Tidakkah memakai air saja sudah cukup?”. Pertanyaan itu makin menggoda, mengusik fikirannya yang pandai.
Ia segera berinisiatif melakukan eksperimen mengambil sebuah perkakas rumah dan membiarkan anjing menjilatinya. Lalu dicucilah dengan air tujuh kali. Wadah itu ditenteng menuju sebuah mikroskop yang terletak diatas meja kayu.
Dibawah bayang -bayang mokroskop terlihat gerakan-gerakan liar yang menjamur pertanda ada kehidupan. Berjuta-juta bakteri melekat di tempat itu.
“Berarti mencuci dengan air tidaklah cukup untuk menghilagkan bakteri jilatan anjing yang melekat ditempat itu.” Kata si orientalis.
Ia mengulangi mencuci wadah itu dengan debu. Setelah diteliti, ternyata bakteri itu hilang seluruhnya. “Aneh! Bakteri-bakteri itu hilang!”.
Sebagai orang yang tidak mudah percaya, dalam benaknya timbul beberapa pertanyaan mendasar yang harus ditemukan jawabannya.
“Siapa yang memberi tahu hal ini kepada Muhammad? Padahal penemuan rahasia bakteri terjadi pada tahun 1822-1895 oleh Luis Pasteur. Bukankah jauh sekali jarak atara Muhammad dan Pasteur?
Berarti penemuan Pasteur hanya mengulang penemuan lama, dimana Muhammad telah mengetahui bahwa bakteri atau kuman itu ada ada anjing, dan dapat dihilangkan hanya dengan mempergunakan debu atau tanah dan dibasuh dengan air enam kali.
Siapa yang memberitahukan hakekat ini pada Nabi Muhammad?” Sejuta pertanyaan menggelayuti dikepalanya gara-gara keilmiahan hadist tersebut. Akhirnya, orientalis itu masuk Islam.
Dikutip dari majalah Nurul Iman (Mesir), oleh Abdul Wadud Syalabi, seorang penulis terkenal Mesir dalam buku “Kaifa Ara Allah?” (Bagaimana Aku Melihat Allah?).
Sumber: Dikutip dari Buku Kisah-Kisah Teladan Buat Anakku, oleh Miftahul Asror, yang diterbitkan oleh Mitra Pustaka.
No comments:
Post a Comment